Terlepas dari dualisme pendapat mengenai keberadaan kejiwaan anak yang baru dilahirkan, apakah sebagai makhluk religius atau bukan, kenyataan teks-teks dan pengalaman keagamaan yang dilalui manusia menunjukkan bahwa anak yang baru dilahirkan pun telah membawa fitrah keagamaan, meskipun fungsinya baru tampak setelah berada pada tahap kematangan di kemudian hari melalui proses bimbingan dan latihan.
Menurut tinjauan pendapat ini, tanda-tanda keagamaan pada diri anak terjalin secara integral dengan perkembangan fungsi-fungsi kejiwaan lainnya. Jika demikian, apakah faktor yang dominan dalam perkembangan ini? Berkenaan dengan masalah tersebut, beberapa teori mengenai pertumbuhan agama pada anak itu antara lain:
1. Rasa ketergantungan (Sense of Dependent)
Teori ini dikemukakan oleh Thomas melalui teori four wishes-nya. Menurut Thomas, manusia dilahirkan ke dunia ini memiliki empat keinginan :
a. Keinginan untuk perlindungan [security].
b. Keinginan akan pengalaman baru [new experimence],
c. Keinginan untuk mendapat tanggapan [response], dan
d. Keinginan untuk dikenal [recognition].
Berdasarkan kenyataan dan kerjasama dari keempat keinginan itu, sejak dilahirkan bayi hidup dalam ketergantungan, kemudian dia melampaui pengalaman-pengalaman yang diterimanya dari lingkungan dan akhirnya terbentuklah rasa keagamaan pada dirinya.
2. Instink Keagamaan
Menurut Woodworth, bayi yang baru dilahirkan sudah memiliki beberapa instink, di antaranya instink keagamaan. Belum tampaknya tindak keagamaan pada diri anak karena beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan belum berfungsi sempurna. Sabagai contoh, instink sosial pada anak yang merupakan potensi bawaanya sebagai makhluk homo socius, baru akan berfungsi setelah anak dapat bergaul dan berkemampuan untuk berkomunikasi. Jadi instink sosial ini bergantung pada kematangan fungsi lainnya. Demikian pula instink keagamaan.
Wallahu A'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar