Selamat Datang

Assalamu'alaikum, wr wb.
Silahkan melihat, mempelajari atau mengunduh isi materi artikel dalam blog ini, juga sampaikan tabayyun demi kebaikan bersama, dan jangan lupa do'a buat pemilik blog ini. Semoga bermanfaat, Wassalam.

Minggu, 29 September 2013

Terminologi Al-Qur’an tentang Evaluasi Pendidikan



Terminologi Al-Qur’an tentang Evaluasi Pendidikan
Pengantar
Evaluasi merupakan komponen yang sangat penting dalam pembelajaran. Jika pembelajaran diartikan kepada aktivitas pencarian dan transfer ilmu pengetahuan dan informasi yang bertujuan agar terjadi perubahan pada diri siswa dalam bentuk penambahan ilmu pengetahuan dan perubahan prilaku, maka evaluasi merupakan komponen yang akan mengukur penambahan dan perubahan perilaku itu. Berhasil atau tidakya suatu pembelajaran tidak akan dapat diketahui tanpa adanya evaluasi. Untuk itu, evaluasi tidak dapat diabaikan dalam proses pembelajaran.
            Karena begitu pentingnya evaluasi, maka Al-Qur’an banyak mengulang istilah yang berkaitan dengan evaluasi tersebut. Bahkan kitab suci ini tidak hanya menggunakan satu istilah dalam perbincangannya mengenai evaluasi, tetapi ia menggunakan banyak istilah. Di antara istilah itu adalah balaa dan fatana. Kata balaa terulang sebanyak 38 kali dalam berbagai sighat (bentuk kata). Demikian pula kata fatana, istilah ini dalam berbagai bentuk kata terulang pula 60 kali. Selain kedua kata tersebut, terdapat pula kata hasiba, yang secara harfiah dapat pula diartikan kepada mengira atau menghitung.
            Secara etimologi, balaa semakna dengan ikhtabara dan imtahana yang berarti menguji atau mencoba. Dari kata balaa terbentuk kata balaa’ yang berarti cobaan. Dan fatana semakna dengan a’jaba yang berarti membingungkan atau mengherankan. Isfahani mengartikan fatana itu pula kepada memasukkan emas ke dalam api agar jelas perbedaan mana emas yang baik dan mana pula yang buruk (Isfahani 2001, hlm. 373-374). Dari kata fatana terbentuk pula kata al-fitnah, yang sering diartikan kepada musibah atau bencana, karena memang bencana yang Allah timpakan kepada manusia merupakan ujian atau evaluasi dari-Nya sehingga dapat dibedakan antar manusia yang baik dan yang jahat. Jadi tujuan dari adanya al-fitnah dan al-balaa’ untuk mengetahui dengan jelas perbedaan karakteristik orang yang beriman atau ketaatan manusia. Sebagaimana juga evaluasi dalam pembelajaran bertujuan untuk mengetahui siswa yang menguasai materi pembelajaran dengan yang tidak.

Pentingnya Evaluasi
Al-Qur’an memandang, bahwa evaluasi sangat penting dalam konteks pendidikan. Pengakuan siswa mengenai pemahaman mereka terhadap materi pembelajaran baik kognitif, afektif maupun psikomotor tidak dapat diterima sebelum dievaluasi. Allah berfirman:

Artinya: Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. Q.S. Al-Ankabut (29): 2-3.

            Ayat ini dimulai dengan kata tanya, yaitu apakah manusia mengira mereka akan dibiarkan hanya berkata ‘kami beriman’ sebelum diuji. Pertanyaan dalam ayat ini termasuk dalam kategori istifham inkari (Ash-Shabuni, 2011, hlm. 425). Ungkapan itu pada hakikatnya bukan bertanya tetapi mengingkari, artinya sepantasnya manusia jangan menganggap, bahwa keberimanannya cukup hanya dengan berkata saya beriman padahal dia belum diuji. Keabsahan iman seseorang mesti dapat ditandai, diukur atau dinilai dengan indikator yang telah ditentukan yaitu berupa kesabaran atas apa saja yang menimpa dirinya. Allah telah memberikan penilaian dan pengukuran terhadap iman orang-orang terdahulu melalui cobaan atau ujian yang Dia berikan kepada mereka. Dengan pengukuran tersebut, maka benar-benar dapat diketahui dan dibedakan antara orang yang benar-benar beriman dengan yang tidak. Allah telah mengajarkan kepada manusia ajaran agama-Nya melalui Rasul, kemudian Dia melakukan evaluasi terhadap manusia yang telah menerima ajaran tersebut guna untuk membedakan anatara orang yang telah menghayati ajaran-Nya dengan yang tidak.
            Jadi, evaluasi dalam suatu pembelajaran sangat penting diselenggarakan. Dalam     Q. S. Al-Baqarah (2): 155 ditegaskan pula, bahwa Allah benar-benar akan mengevaluasi orang-orang yang beriman guna untuk mengetahui siapa di antara mereka yang benar-benar sabar dan mau berjihad di jalan Allah. Ayat tersebut dimulai dengan kata walanabluwannakum yaitu menggunakan dua huruf taukid; lam ibtidaa’ dan nun tawkid tsaqiilah.

Artinya: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.

Hal ini menunjukkan bahwa evaluasi benar-benar akan dilaksanakan dan begitu pentingnya evaluasi tersebut. Pembelajaran belum dianggap selesai dan sempurna jika para peserta didik belum dievaluasi. Banyak ayat yang menafikan selesainya suatu pembelajaran sebelum peserta didiknya diuji. Pengakuan siswa mengenai penguasaannya terhadap materi pembelajaran tidak cukup, tetapi mereka mesti diuji atas pengakuannya itu. Dalam Q.S. Al-Baqarah (2): 214 ditegaskan:

Artinya: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat dekat.

               
               Itu artinya, seorang pelajar tidak layak mengklaim telah menguasai materi pembelajaran dan telah mencapai tujuan pembelajaran sebelum menempuh evaluasi. Demikian pula guru, dia tidak boleh puas dengan pengakuan siswa sebelum mereka dites atau diuji dengan materi yang telah disampaikan. Sebagaimana juga seorang muslim tidak layak mengklaim akan masuk surga, sebagai imbalan dari keberimanan dan ketaatannya, sebelum menempuh ujian dari Allah SWT. Ujian tersebut berupa mengalami kesulitan dan kesengsaraan, seperti yang dialami oleh umat terdahulu.
                 Dalam Q.S. Ali Imron (3): 142 ditegaskan pula:

Artinya: Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, Padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.

            Ash-Shobuni dalam menafsirkan penggalan ayat ini (Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga) mengatakan; Pertanyaan dalam ayat ini merupakan istifham inkari. Makna ayat sesungguhnya adalah “hai orang-orang mukmin apakah kamu mengira bahwa kamu akan memperoleh surga tanpa diuji atau diberi cobaan sehingga dengan cobaan itu menjadi jelas kualitas jihad dan kesabaranmu? (Ash-Shobuni 2011, hlm. 209). Di sini terlihat, bahwa jihad selain sebagai pekerjaan yang bernilai tinggi dalam pandangan Allah ia juga sekaligus sebagai bentuk ujian. Ia digunakan untuk mengevaluasi kesabaran, yang merupakan tujuan pembelajaran Allah terhadap manusia. Dan reward-nya adalah kehidupan yang menyenangkan.
            Dalam Q. S. Al-Ankabut (29): 2-3 di atas terdapat ungkapan falaya’lamanna Allah shadaquu wa laya’lamanna al-Kaadzibiin (sehingga Allah betul-betul mengetahui orang-orang yang benar dan betul-betul mengetahui pula orang-orang yang berbohong). Penggalan ayat tersebut menunjukkan tujuan dilaksanakannya evaluasi dalam pembelajaran, yaitu untuk mengukur dan mengetahui sejauh mana dan sedalam apa materi pelajaran yang telah dikuasai siswa. Dalam hal ini, manusia sebagai peserta didik dievaluasi oleh Allah guna untuk mengetahui dengan jelas, sehingga tidak hanya Allah yang tahu tetapi juga manusia terutama penyampai risalah-Nya, apakah tujuan pembelajaran ilahiyah telah tercapai atau belum. Sehingga dapat dibedakan peserta didik yang telah mencapai tujuan pembelajaran dari peserta didik yang belum mencapai tujuan. Orang- orang yang telah mencapai tujuan pembelajaran layak diberikan reward dan bagi yang belum layak diberikan hukuman atau perbaikan pembelajaran.
            Ada beberapa komponen yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan evaluasi terhadap siswa. Antara lain, materi dan tujuan pembelajaran serta peserta didik yang akan mengikuti evaluasi. Dalam berbagai ayat digambarkan, bahwa evaluasi pendidikan dalam perbincangan Al-Qur’an banyak difokuskan pada pengukuran tujuan afektif kesadaran manusia sebagai hamba Allah yang tercermin dalam perilaku. Keberhasilan pendidikan diukur dengan perubahan yang terjadi pada diri peserta didik. (Wallah A’lam).

Sabtu, 28 September 2013

Pemimpin Memerlukan Kemampuan Pribadi



Pemimpin Memerlukan Kemampuan Pribadi
Tiang kemah kepemimpinan kedua yang penting adalah kemampuan pribadi yang dimiliki oleh sang pemimpin. Kemampuan pribadi ini bukan keterampilan yang secara khas digambarkan sebagai keterampilan kepemimpinan, namun kemampuan pribadi ini harus dimiliki oleh setiap orang yang dianggap sebagai seorang pemimpin yang kuat. Inilah beberapa dari kemampuan individual tersebut:
1.  Pengetahuan teknis. Pemimpin yang terbaik memiliki setidaknya sebuah pengetahuan kerja tentang sisi teknologi dari bidang yang digeluti.
2.    Pengetahuan produk/ jasa. Para pemimpin besar perlu memahami sepenuhnya apa yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan/badan dan mengapa produk/ jasa itu lebih unggul dibangdingan dengan produk/ jasa pesaing.
3.  Keterampilan menganalisa dan memecahkan masalah. Termasuk dalam keterampilan ini adalah kemampuan merumuskan masalah, menganalisanya, dan memikirkan rekomendasi yang andal untuk menyelesaikan masalah-nasalah yang rumit.
4.  Keterampilan profesional. Para pemimpin unggul harus mampu secara cerdas dan ringkas, membuat presentasi yang menarik, mengelola pekerjaan mereka secara efisien, memantau kemajuan, dan bekerja tanpa supervisi yang ketat.
5.    Inovasi. Hal ini berkaitan dengan kemampuan seorang pemimpin untuk memiliki pandangan yang segar dalam mendekati masalah, meninggalkan cara-cara lama, dan melihat kemungkinan-kemungkinan yang baru.
6.      Prakarsa. Para pemimpin yang paling baik akan melihat apabila terjadi sesuatu yang tidak beres dan segera bertindak untuk memastikan bahwa hal itu telah ditangani dengan benar.
7.         Menggunakan teknologi informasi secara efektif. Para pemimpin besar secara konsisten memberikan contoh penggunaan e-mail, aplikasi perangkat lunak canggih, dan teknologi apapun yang dapat meningkatkan kinerja.
Dua pakar karir, Gene Dalton dan Paul Thompson, menjelaskan bahwa para pemimpin yang paling berhasil maju dan berkembang harus melalui empat tahap karir, yang tidak boleh dilompat  (zenger dan Folkman 2004, hlm. 22).
Tahap pertama adalah masa di mana orang-orang ini harus membuktikan bahwa mereka dapat mempelajari bisnis/jasa tersebut dan mengembangkan fondasi yang kokoh tentang keahlian teknis.
Tahap kedua, mereka melanjutkan meningkatkan keterampilan teknis dan menjadi penyumbang independen.
Tahap ketiga, mereka sudah menjadi mentor- mengembangkan karir dan keahlian orang lain.
Tahap keempat, mereka menjadi visionaris oragnisasi- menimbang orang menuju arah baru.
Berikut beberapa teknik untuk memaksimalkan kemampuan pribadi:

  1. Pahami teknologi: Para pekerja dapat melihatnya melalui upaya Anda menutupi kekurangan pengetahuan anda. Percepat upaya tersebut dengan mengajukan pertanyaan. Anda tidak perlu malu-malu mengakui apa yang tidak anda ketahui. 
  2. Sempurnakan keterampilan profesional Anda: Para manajer tidak akan dapat mengelola dengan baik kecuali mereka bisa berkomunikasi. 
  3. Cobalah hal- hal baru: Para manajer besar berinovasi dan mengambil prakarsa. mereka berfikir di luar kotak (Out of box) yang mengurung mereka dan tidak segan-segan membuat eksperimen.

Kamis, 26 September 2013

Definisi Kepemimpinan



Kepemimpinan, menurut Northouse ( 2013, hlm. 5-6.) adalah proses di mana individu memengaruhi sekelompok individu untuk mencapai tujuan bersama. Dari pengertian yang dikemukakan oleh Northouse tersebut, terdapat empat (4) komponen dalam sebuah kepemimpinan yang dapat diidentifikasi yaitu:
1.      Kepemimpinan adalah proses. Penetapan kepemimpinan sebagai proses berarti, bukan sifat yang ada di dalam diri pemimpin tetapi suatu transaksi yang terjadi antara pemimpin dan pengikut (followers). Proses menyatakan bahwa pemimpin memengaruhi dan dipengaruhi oleh pengikut. Hal itu menekankan bahwa kepemimpinan itu tidak bersifat linear dan bukan peristiwa satu arah, tetapi merupakan peristiwa yang interaktif. Dengan demikian, kepengertian kepemimpinan dalam konteks ini menegaskan bahwa kepemimpinan dapat dimiliki oleh semua orang. Hal itu tidak terbatas pada pemimpin yang ditugaskan secara resmi dalam suatu kelompok.
2.  Kepemimpinan mencakup pengaruh. Kepemimpinan peduli dengan cara pemimpin memengaruhi pengikutnya. Pengaruh adalah elemen penting kepemimpinan. Tanpa pengaruh, kepemimpinan tidak eksis.
3.   Kepemimpinan terjadi dalam kelompok. Kelompok adalah konteks di mana kepemimpinan terjadi. Kepemimpinan termasuk aktivitas untuk memengaruhi sekelompok manusia yang memiliki tujuan bersama. Bisa saja ini merupakan kelompok tugas kecil, sekelompok komunitas, atau sekelompok besar orang yang mencakup seluruh organisasi. Kepemimpinan adalah tentang seorang individu yang memengaruhi sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama. Sekelompok orang tersebut diperlukan agar kepemimpinan terjadi. Program pelatihan kepemimpinan yang mengajari orang-orang untuk memimpin diri mereka, tidak diannggap sebagai bagian dari kepemimpinan di dalam pengertian atau definisi yang ada dalam tulisan ini.
4.  Kepemimpinan mencakup perhatian pada tujuan bersama. Pemimpin mengarahkan energi mereka kepada individu yang mencoba mencapai sesuatu secara bersama. Secara umum, dapat dimengerti bahwa maksud pengertian komponen keempat ini menegaskan bahwa pemimpin dan pengikut memiliki tujuan bersama. Perhatian terhadap tujuan bersama memberi kepemimpinan suatu tambahan yang wajar, karena hal itu menekankan kebutuhan bagi pemimpin untuk bekerja bersama pengikut guna mencapai tujuan tertentu. Penekanan pada mutualitas mengurangi kemungkinan bahwa pemimpin melakukan tindakan kepada pengikutnya dalam cara yang tidak etis atau secara paksa. Hal itu juga meningkatkan kemungkinan bahwa pemimpin dan pengikut akan bekerja bersama demi kebaikan bersama.

KARAKTER adalah INTIsari Kepemimpinan



KARAKTER adalah INTIsari Kepemimpinan
Para pemimpin yang kurang memiliki karakter harus berjaga-jaga jangan sampai orang lain mengetahui tentang diri mereka. Seperti latar belakang film Hollywood yang kelihatan seperti sungguhan bila dipandang dari satu sisi, mereka hidup dalam bahaya bayang-bayang yang terus menerus menghantui mereka kalau kalau karakter mereka terungkap bila orang melihat di balik tedeng aling-aling itu.
          Apa yang menjadi elemen kunci dari karakter pribadi yang kuat? Para pemimpin yang berkarakter memperolehnya melalui komitmen. Mereka menepati kata-kata mereka. Mereka ,membuat keputusan sesuai potensi organisasi di dalam benak mereka, dan bukannya menggunakan agenda pribadi. Para pemimpin seperti ini disegani oleh karena keterbukaan dan sikap transparan mereka. Semakin orang dapat melihat lebih banyak apa yang ada di dalam diri pemimpin itu, maka ia akan semakin dihormati.
          Para pemimpin yang berkarakter tidak pernah berhenti belajar. Mereka mencoba hal-hal baru dan dengan segera menyesuaikan diri dengan lingkungan yang berubah. Mereka terus berusaha meningkatkan diri. Mereka mencari umpan balik dan bertindak berdasarkan hal itu.
Langkah- Langkah Mengubah Perilaku Menjadi Karakter
1.   Selalu menepati janji. Berhati-hatilah dengan komitmen yang kita buat. Jangan berlebih-lebihan atau terlampau mengumbar janji yang tidak sanggup kita laksanakan. Selesaikan dan tepati janji kita. Bila kita tahu bahwa kita tidak mungkin mampu memenuhi komitmen, jangan menyembunyikannya. Akui dan jelaskan ulang maksud kita.
2.       Bersikaplah rendah hati. Tertawakan diri kita sendiri. Jangan memamerkan kekuasaan kita. Kerendahan hati kita membuat kita dapat didekati. Hal itu juga akan membuka pintu menuju pembinaan hubungan.
3.       Dapatkan sebuah cermin. Kita perlu mengetahui bagaimana orang lain merasakan karakter kita. Cermin ini mungkin berupa seorang mentor internal yang baik, seorang kolega atau teman yang dapat dipercaya, atau sebuah proses umpan balik 360 derajat yang efektif. Tanpa perspektif kritik diri ini, kita tidak mungkin dapat memberikan pengaruh kuat kepada kelompok kerja.

Minggu, 21 Juli 2013

ISYARAT SUPERVISI DALAM AL-QUR’AN



ISYARAT SUPERVISI DALAM AL-QUR’AN
Supervisi berasal dari dua kata bahasa Inggris, yaitu super dan vision. Super yang berarti diatas dan vision yang berart melihat, masih serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan, pengawasan dan penilikan dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan orang yang berposisi di atas, yaitu pimpinan terhadap hal-hal yang ada dibawahnya yaitu yang menjadi bawahannya (Arikunto 2004, hal. 2-3). Lebih jauh menurut Arikunto, supervisi merupakan istilah yang dalam rumpun pengawasan tetapi sifatnya lebih human, manusiawi. Di dalam kegiatan supervisi, pelaksanaan bukan mencari-cari kesalahan tetapi lebih banyak mengadung unsur pembinaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi dapat diketahui kekurangannya (bukan semata-mata kesalahannya) kemudian untuk dapat diberitahu bagian yang perlu diperbaiki.
            Berdasarkan penjelasan yang dikemukakan oleh Arikunto diatas dapat disimpulkan beberapa hal mengenai supervisi, yaitu :
1.      Di dalam supervisi terdapat aktivitas melihat, pemeriksaan, inspeksi, pengawasan,
2.      Kegiatan supervisi dilakukan oleh orang yang berposisi diatas, yaitu pimpinan terhadap hal-hal yang ada dibawahnya, yaitu yang menjadi bawahannya,
3.      Supervisi menekankan aspek perbaikan dan pembinaan.

Dalam Al Quran isyarat mengenai supervisi dapat diidentifikasi dari (salah satunya) ayat berikut :
قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَيَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Artinya : Katakanlah: "Jika kamu Menyembunyikan apa yang ada dalam hatimu atau kamu melahirkannya, pasti Allah Mengetahui". Allah mengetahui apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi. dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu (Q.S. Ali Imran (3): 29).


Ayat di atas secara implisit mengungkapkan tentang luasnya cakupan pengetahuan Allah SWT tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan mahluk ciptaanya. Demikian pula dalam ayat tersebut mengisyaratkan posisi Allah SWT sebagai Pencipta merupakan pemilik otoritas tertinggi yang membawahi semua mahluk ciptaan-Nya, yang bila dikaitkan dengan konteks pengertian supervisi yang dikemukakan oleh Arikunto, yaitu supervisi dilakukan oleh atasan atau pimpinan yang tentunya memiliki otoritas yang lebih tinggi terhadap hal-hal yang ada dibawahnya atau bawahannya memiliki kesamaan konsep tentang subjek pelaku supervisi yaitu sama-sama dilakukan oleh subjek yang memilki otoritas yang lebih tinggi terhadap subjek yang lebih rendah/bawahan.
Sementara itu menurut Shihab mengomentari Q.S. Ali Imran (3): 29  yaitu Bahwa karena Allah maha Kuasa atas segala sesuatu sehingga, dengan pengetahuaanya yang luas dan kuasa-Nya yang menyeluruh Dia dapat menjatuhkan sangsi yang tepat lagi adil dan ganjaran yang sesuai bagi setiap mahluk (Shihab, 2010, hal. 76).
Dalam konteks supervisi yang dikemukakan oleh Arikunto, tindakan lanjut (follow up) dari supervisi bukanlah  melakukan  tindakan sangsi yang tepat lagi adil dan ganjaran yang sesuai bagi setiap mahluk sebagaimana yang kemukakan oleh Shihab diatas, namun yang dimaksudkan oleh Arikunto sebagai konsekwensi logis (Tindaklanjut) aktivitas supervisi (melihat, pemeriksaan, inspeksi, pengawasan) lebih menekankan pada aspek perbaikan dari kegiatan supervisi yang ditindaklanjuti dengan pembinaan untuk memperbaiki aktivitas menjadi lebih baik lagi.