TOTAL QUALITY
MANAGEMENT (TQM)
DALAM KONTEKS
PENDIDIKAN
Oleh :
Wahyono
Saputro
NIM.
2110103187
Tugas Mata
Kuliah:
Total
Quality Management
Dosen
Pengampu :
Dr. H.
Zainal Berlian, DBA.
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH
PALEMBANG
2012
BEBERAPA KESALAHAN KONSEPSI TENTANG TQM
Sebelum mendefinisikan elemen-elemen TQM dalam
konteks pendidikan, mungkin ada manfaatnya untuk mengatakan beberapa hal
berkaitan dengan hal-hal yang bukan termasuk TQM itu sendiri.
TQM bukanlah tentang bagaimana bekerja untuk agenda orang
lain, tanpa menyertakan pelanggan dan klien anda yang memiliki agenda khusus.
Ia bukan pula sesuatu yang hanya dilakukan oleh manajer senior dan kemudian membiarkan
arahan mereka lalu begitu saja. Istilah total dalam aturan TQM mencatat
bahwa apa saja dan siapa saja yang berada dalam sebuah organisasi adalah
kompleksitas dalam sebuah kegiatan usaha perbaikan yang terus menerus. Istilah
Manajemen dalam TQM juga sangat berarti bagi setiap orang, karena setiap orang
dalam sebuah lembaga, apapun status mereka, posisi atau peran, adalah manajer
bagi pertanggungjawaban mereka sendiri. Ini merupakan sebuah ide sulit untuk
menguraikannya, dan ia merupakan sebuah alasan mengapa beberapa organisasi
angkat bicara, seperti yang dilakukan oleh perusahaan Rolls-Royce, mengenai
total quality.
Program-program TQM tidak harus menggunakan inisial TQM.
Banyak organisasi mengejar sebuah filosofi di bawah merek dagang mereka
sendiri. Tambahan (sebagai contoh), para ahli kimia menyebutnya program
kualitas ekstensif ‘belanja jaminan’. American Express menggunakan inisial AEQL,
yang berpihak kepada American Express Quality Leadership. Mereka lebih
menyukai istilah leadership (kepemimpinan) dibandingkan istilah manajemen.[1]
Kontrol kualitas terpadu, pelayanan kualitas terpadu,
perbaikan berkelanjutan, manajemen kualitas strategis, perbaikan yang tersistem,
pengutamaan kualitas, inisiatif-inisiatif kualitas, kualitas pelayanan
merupakan beberapa dari sekian banyak ungkapan yang biasa digunakan untuk
menggambarkan apa yang disebut TQM dalam makalah ini. Jika sebuah sekolah
sebagai contoh, telah merasakan bahwa sekolah tersebut menginginkan sebuah
istilah ‘pengutamaan siswa’ atau ‘program perbaikan sekolah’ kemudian harus
merasa bebas dalam melakukan hal tersebut. Itu tidaklah berarti bahwa hal
tersebut sangat penting, akan tetapi dampak akibat bahwa program kualitas akan ada
dalam budaya sekolah.[2] Siswa
dan para orangtua mereka akan tertarik pada perubahan yang dibawa, bukan pada
untuk apa inisiatif tersebut gunakan.[3]
TQM biasa digunakan untuk menggambarkan dua hal sedikit
berbeda tetapi berkaitan dengan gagasan. Yang pertama, adalah sebuah
filosofi perbaikan berkelanjutan. Yang kedua, berkaitan dengan
maksud penggunaan TQM untuk menggambarkan alat serta teknis,
seperti brainstorming[4]
dan analisis terhadap bidang, yang mana biasa digunakan untuk menempatkan
perbaikan kualitas ke dalam aksi. TQM berarti keduanya, yakni sebuah cara
pandang dan seperangkat kegiatan-kegiatan praktis- sebuah sikap pola pikir
sebaik seunggul metode pengenalan perbaikan berkelanjutan.[5]
Untuk menghindari salah persepsi tentang TQM, kita bisa
membedakannya, seperti tabel berikut ini[6]:
Hal
yang benar mengenai TQM
|
Hal
yang keliru mengenai TQM
|
TQM bisa diterapkan untuk siapa
saja (organisasi atau individu)
|
TQM tidak bisa diterapkan untuk
kita.
|
TQM dikerjakan dengan baik sejak
awal
|
TQM tidak selalu dikerjakan
dengan baik dari awal.
|
TQM menekankan adanya perbaikan
disetiap tahap manajemen
|
TQM tidak menyiapkan kesempatan
untuk kesalahan.
|
TQM dikerjakan secara menyeluruh
oleh seluruh staf yang ada di lembaga atau organisasi tersebut.
|
TQM hanya dikerjakan oleh
manajer senior, bukan pegawai biasa.
|
Yang penting bukan nama (TQM)
tetapi perubahan yang terjadi pada kultur sekolah.
|
Nama TQM tidak boleh diganti
dengan nama lain.
|
TQM adalah pola pikir sekaligus
aktivitas praktis.
|
TQM hanya konsep dan gagasan.
|
Mendeskripsikan alat dan teknis
seperti brainstorming.
|
TQM tidak perlu menjelaskan teknis
dan alat yang digunakan.
|
PERBAIKAN BERKELANJUTAN
TQM adalah sebuah hal yang bersifat praktis,
akan tetapi ia juga pendekatan strategis untuk menjalankan sebuah organisasi
yang berfokus pada kebutuhan pelanggan dan kliennya. TQM menolak hasil
apapun kecuali jika produk tersebut bernilai lebih. TQM bukanlah seperangkat slogan,
tetapi sebuah kesengajaan dan pendekatan sistematik untuk
mencapai level kualitas yang pantas dalam sebuah tampilan yang konsisten
yang sesuai target atau melampaui kebutuhan dan keinginan-keinginan para
pelanggan. Hal tersebut dapat dianggap sebagai sebuah filosofi perbaikan
berkelanjutan yang hanya bisa dicapai oleh dan melalui orang.[7]
Sebagai sebuah pendekatan, TQM mewakili sebuah pergeseran
yang tetap dalam sebuah fokus kelembagaan yang menjauh dari perbaikan kualitas
kemanfaatan jangka pendek kepada perbaikan kualitas kemanfaatan jangka
panjang. Inovasi yang tetap,
perbaikan dan perubahan kesemuanya sangat
ditekankan, dan lembaga-lembaga tersebut yang mempraktekkannya ke dalam sebuah
siklus perbaikan terus-menerus. Mereka membuat sebuah usaha secara sadar untuk
menganalisa apa yang sedang mereka rencanakan dan perbuat untuk membuktikannya.[8] Untuk
menciptakan sebuah budaya perbaikan yang berkelanjutan, para manajer harus
mempercayai staf pegawai mereka dan mewakilkan keputusan-keputusan untuk level
yang pantas, untuk memberikan staf pegawai rasa tanggung jawab menyampaikan gagasan
kualitas di dalam bidang atau lingkungan mereka masing-masing.
PERUBAHAN BUDAYA
TQM memerlukan sebuah perubahan budaya.[9] Hal ini
terkenal sangat sulit dihasilkan serta membutuhkan waktu dalam penerapannya.
TQM memerlukan sebuah perubahan sikap dan metode kerja. Para staf perlu
memahami dan menghidupkan pesan jika TQM ingin menciptakan pengaruh yang kuat.
Bagaimanapun, budaya perubahan bukan hanya melulu perubahan tingkah laku
keseharian.[10]
TQM juga memerlukan sebuah perubahan dalam manajemen kelembagaan.[11]
Dua hal yang diperlukan buat staf pegawai untuk
menghasilkan kualitas. Pertama, staf pegawai membutuhkan sebuah
lingkungan yang nyaman dimana ia bekerja.[12] Mereka
membutuhkan alat niaga dan mereka perlu bekerja dengan sistem dan prosedur yang
kesemuanya sederhana serta yang membantu mereka dalam melaksanakan tugas
mereka. Lingkungan yang melingkupi staf pegawai memiliki dampak besar dalam
kemampuan mereka melaksanakan pekerjaan secara pantas dan efektif. Di
antara segi-segi lingkungan yang penting
yaitu sistem-sistem dan prosedur-prosedur yang mana mereka bekerja
dengannya. Meletakkan hal-hal yang patut dan prosedur-prosedur yang
dapat dikerjakan dengan sendirinya tidak menghasilkan kualitas, akan tetapi
kesemua prosedur-prosedur itu miskin atau kesalah arahan itu membuat produksi
kualitas sulit secara ekstrim.
Kedua, untuk melakukan hal yang baik, staf
pegawai memerlukan dorongan kuat dan pengakuan atas pencapaian
dan kesuksesan mereka.[13]
Mereka pantas memimpin orang yang menghargai pencapaian mereka dan melatih
mereka untuk kesuksesan yang lebih hebat lagi. Pemotivasian untuk melakukan
sebuah pekerjaan yang baik datang dari sebuah gaya kepemimpinan dan sebuah
suasana yang meningkatkan self-esteem (penghargaan diri) dan
pemberdayaan secara individu.
ORGANISASI UP-SIDE-DOWN
Kunci untuk sebuah kesuksesan budaya TQM adalah sebuah
rantai antara pelanggan dan pemasok yang efektif baik secara internal maupun
eksternal. Sekali konsep digenggam, ia akan memberikan implikasi yang
sangat besar terhadap organisasi dan hubungan-hubungan di dalamnya. Sasaran
pertama adalah pikiran tradisional status organisasi. Itu merupakan aturan
pengelolaan tingkat menengah dan atas untuk mendukung serta memberdayakan
organisasi TQM.[14]
Hal ini secara grafik dapat diilustrasikan oleh sebuah
perbandingan skema tingkatan organisasi tradisional dengan rekan-rekan TQM nya.
Keterbalikan secara hirarki diadaptasi dari ide Karl Albretcht. Hal itu
mencari sebuah ilustrasi pergeseran paradima yang tersirat dalam TQM. Dalam
dunia pendidikan, ia merupakan kebiasaan perangkat hubungan terhadap
seseorang dengan sebuah fokus pelanggan yang jelas. Fokus struktur
organisasi terbalik tidak berdampak pada stuktur keotoritasan dalam sebuah
sekolah atau akademi dan tak akan mengurangi peran kepemimpinan yang esensi
para manajer senior. Faktanya adalah kepemimpinan sangat penting terhadap
kesuksesan TQM. Struktur terbalik menekankan hubungan pelayanan-pemberian dan
nilai pentingnya pelanggan bagi sebuah lembaga.
TETAP DEKAT DENGAN PELANGGAN
Misi utama sebuah lembaga TQM ialah terpenuhinya
kebutuhan dan keinginan pelanggan. Organisasi yang hebat, baik yang umum
maupun khusus, menjaga kedekatan terhadap pelanggan, yang dalam ungkapan Peter
dan Waterman (1982), memiliki sebuah obsesi terhadap kualitas. Mereka
sadar bahwa pertumbuhan dan kelangsungan jangka panjang berasal dari kesesuaian
pelayanan mereka terhadap kebutuhan pelanggan. Kualitas harus cocok dengan
harapan dan permintaan pelanggan dan klien. Kualitas adalah apa
yang diingini pelanggan dan bukan apa yang diputuskan lembaga adalah merupakan yang
terbaik bagi mereka. Tanpa pelanggan tidak akan ada lembaga.[15]
Sebuah fokus pelanggan, bagaimanapun, tidak dengan
sendirinya merupakan sebuah kondisi yang cukup untuk menjamin kualitas terpadu.
Organisasi-organisasi TQM secara penuh perlu menyusun strategi untuk
menyesuaikan permintaan pelanggan mereka. Pendidikan menghadapi sebuah tantangan
yang perlu pertimbangan dalam hubungannya dengan pelanggan eksternalnya.[16] Banyak
sekali para pelanggan seringkali mengenali secara tidak resmi mengenai dua hal
yakni mengenai pelayanan dan apa yang terdapat kualitas di dalamnya.
Sebagai tambahan, harapan diperlawankan dan seringkali bertentangan. Kualitas
program istimewa seringkali membingungkan dalam pikiran awam dengan reputasi
lembaga. Persepsi kualitas peserta didik
berubah seiring kemajuan melalui lembaga dan pengalaman mereka serta
pertumbuhan yang meyakinkan.
Kesulitan selanjutnya bahwa, pelanggan dalam dunia
pendidikan memainkan sebuah aturan penting dalam kualitas pembelajaran mereka
sendiri. Pelanggan memiliki fungsi khusus dalam pembatasan kualitas apa yang
mereka terima dari pendidikan. Ada
beberapa kesulitan dengan ide konsistensi dalam sebuah hubungan proses
pembelajaran. Untuk mengatasi persoalan-persoalan ini perlu menjamin motivasi
kedua pihak; peserta didik dan staf yang melayani mereka. Hal
tersebut sangat penting untuk menjernihkan apa yang sedang ditawarkan dan apa
yang diharapkan oleh peserta didik.
DAFTAR
PUSTAKA
Brocka, Bruce and Brocka, M.
Suzanne, 1992. Quality Management; Implementing The Best Ideas Of The
Masters, United State of America, McGraw-Hill.
Harrington, H.J. (H. James) and
Harrington, James S., 1995. Total Improvement Management: The Next
Generation in Performance, United State of America, McGraw-Hill.
Muhaimin, et al, 2010. Manajemen
Pendidikan: Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah,
Jakarta, Kencana Prenada Media Group.
Rohiat, 2010. Manajemen
Sekolah: Teori Dasar dan Praktik, Bandung, Refika Aditama.
Rivai, Veithzal dan Murni,
Sylviana, 2009. Education Management, Jakarta, Rajawali Pers.
Rivai, Veithzal dan Arifin,
Arviyan, 2009. Islamic Leadership; Membangun SuperLeadership Melalui
Kecerdasan Spiritual, Jakarta, Bumi Aksara.
Sagala, Syaiful, 2009. Memahami
Organisasi Pendidikan, Bandung, Alfabeta.
Sallis, Edward, 2002. Total
Quality Management In Education, UK, Kogan Page Ltd. Third Edition (Adobe
eReader Format).
Umiarso dan Gojali, Imam, 2010. Manajemen
Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan, Jogjakarta, IRCiSoD.
[1] Ketika
banyak orang memikirkan tentang leadership, mereka sebetulnya sedang
berfikir bahwa seseorang sedang melakukan sesuatu kepada orang lain. Kita
menyebutnya sebagai ‘pengaruh’ dan seseorang pemimpin sebagai seseorang
yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi orang lain. Seorang pemimpin klasik
–seseorang yang dianggap orang lain sebagai pemimpin- sering digambarkan
sebagai karismatik atau patriotik. Suatu konsep yang popular adalah gagasan
tentang seorang pemimpin transformasional, seseorang mempunyai visi, dan
daya tarik pribadi dinamis untuk membangkitkan perubahan organisasi secara
menyeluruh. Leader adalah seorang yang mempunyai kekuatan, kekuasaan, atau
karisma untuk memerintah orang lain. (Rivai, Veithzal dan Arifin, Arviyan, 2009. Islamic Leadership; Membangun
SuperLeadership Melalui Kecerdasan Spiritual, Jakarta, Bumi Aksara). Hlm. 3
[2] Suksesnya adaptasi manajemen mutu terpadu dalam dunia
pendidikan menurut Hadari Nawawi dalam Umiarso (2010: 138 dan 139) ditandai
beberapa indikator, di antaranya yaitu: 1). Tingkat konsistensi produk
dalam memberikan pelayanan umum dan pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan
peningkatan kualitas SDM terus meningkat, 2). Kekeliruan dalam bekerja yang
berdampak menimbulkan ketidakpuasan dan komplain masyarakat yang dilayani
semakin berkurang, 3). Disiplin waktu dan disiplin kerja semakin meningkat, 4).
Inventarisasi aset oraganisasi semakin sempurna, terkendali dan tidak
berkurang/hilang tanpa diketahui sebab-sebabnya, 5). Pemborosan dana dan waktu
dalam bekerja dapat dicegah.
[3] Quality Management
or Total Quality Management (TQM) is a way to continuously improve performance
at every level of operation, in every functional area of an organization ,
using all available human and capital resources. Manajemen kualitas atau
Manajemen Mutu Terpadu adalah sebuah cara untuk melakukan perbaikan kinerja
secara terus-menerus pada setiap level tingkatan proses pelaksanaan dalam
wilayah yang bersifat fungsional sebuah organisasi menggunakan semua sumber
daya manusia dan sumber modal yang ada. (Bruce Brocka and M. Suzanne Brocka, 1992. Quality Management;
Implementing The Best Ideas Of The Masters, United State of America,
McGraw-Hill. hlm. 3)
Bandingkan
dengan definisi berikut: Quality in the context of total quality management or
Total Quality Management (TQM) is not just an idea but philoshophy an
methodology to help institutions to manage change in totally and
sistematically, through changes in values, vision, mision and goals Kualitas
dalam konteks Total Quality Management (TQM) bukan hanya sekedar ide semata,
tetapi ia merupakan sebuah filosofi dan metodologi untuk membantu lembaga guna
melakukan perubahan secara menyeluruh dan sistematis, yakni melalui perubahan
nilai-nilai, visi, misi dan tujuan. http://bunda-smart.com/pendidikan/understanding-quality-of-education/,
07/04/2012_11:40.
Sementara dalam konteks pendidikan, Manajemen Mutu Terpadu merupakan konsep
manajemen sekolah sebagai inovasi dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah
yang diharapkan dapat memberikan perubahan yang lebih baik sesuai dengan
perkembangan, tuntutan, dan dinamika masyarakat dalam menjawab
permasalahan-permasalahan pengelolaan pendidikan pada tingkat sekolah. Komponen
terkait untuk meningkatkan mutu tersebut ialah mutu sekolah, guru, siswa,
kurikulum, dukungan dana, sarana dan prasarana, serta peran orangtua siswa.
(Umiarso dan Imam Gojali, 2010. Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi
Pendidikan, Jogjakarta, IRCiSoD. Hlm. 115.
[4] Brainstorming merupakan teknik
yang digunakan untuk menyimpulkan sejumlah pendapat dalam satu tim pada
kerangka fikir yang sama. Brainstorming merupakan teknik yang sangat membantu
dalam mencari solusi terhadap suatu masalah yang membutuhkan kreatifitas tinggi
dalam penyelesaiannya. Dengan teknik ini akan dihasilkan berbagai kemungkinan
proses solusi yang bisa dilakukan atau ide-ide yang dapat dievaluasi, diranking
dan diprioritaskan untuk dilaksanakan. Teknik ini dapat digunakan untuk
identifikasi masalah, mencari solusi terbaik atau mencari startegi implementasi
yang terbaik. Brainstorming merupakan salah satu alat analisis dalam manajemen
di samping benchmarking, diagram tulang ikan, five ‘hows’, five ‘why’,
forcefield analysis, measurement chart, analisis Pareto dan problem
solving techniques. (Muhaimin, et al, 2010. Manajemen Pendidikan:
Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah,
Jakarta, Kencana Prenada Media Group). Hlm. 124.
[5] Edward Sallis, 2002. Total Quality Management In Education, UK,
Kogan Page Ltd. Third Edition (Adobe eReader Format). hlm. 25.
[6] Arman et al,
2009. Total Quality Management in Education (Resume Makalah), Jakarta,
Program Pascasarjana S3 Manajemen Pendidikan Universitas Islam Nusantara.
Hlm.1.
[7] Edward Sallis, 2002. Total Quality Management
In Education, UK, Kogan Page Ltd. Third Edition (Adobe eReader Format).
hlm. 25
[8] Jangan memulai sebuah proses perbaikan
untuk membuktikan kepuasan pelanggan atau etika moral pekerja. Hal tersebut
akan dilakukan, akan tetapi alasan yang sungguh masuk akal adalah bahwa anda
membutuhkan sebuah proses perbaikan adalah untuk meningkatkan kinerja
perusahaan. (H. James. Harrington, Total Improvement Management: The Next Generation in Performance, United State of America, McGraw-Hill). Hlm. 9.
[9]Budaya (culture) dimaksud mulai dari pernyataan formal manajemen
puncak di mana perilaku etis adalah norma dalam semua tindakan individu dalam
organisasi. Melalui tindakan manajemen puncak perilaku etik bisa menjadi bagian
dari aktivitas sehari-hari dan keputusan bagi setiap orang dalam organisasi
(Syaiful Sagala, 2009. Memahami Organisasi Pendidikan, Bandung,
Alfabeta). Hlm. 198.
[10]Sasaran
Perubahan Organisai mengarah pada perubahan sikap atau nilai-nilai,
memodifikasi perilaku, dan menginduksi perubahan dalam struktur dan kebijakan.
Praktisi pengembangan organisasi umumnya menerapkan strategi perubahan yang
bersifat kolabiratif atau antar pribadi maupun kelompok kerja dan karenanya
memusatkan perhatian pada variabel ‘manusia’ untuk membantu menggerakkan roda
organisasi. (Syaiful Sagala, 2009. Ibid. Hlm. 198).
[11]Sebagaimana makhluk hidup, organisasi juga memiliki mekanisme untuk
bertahan hidup lebih lama, jika mampu beradabtasi dengan lingkungannya. Itulah
sebabnya setiap organisasi dituntut untuk memiliki kemampuan berubah sebelum
organisasi tersebut mengalami kinerja atau mati. Lebih jauh, terdapat tiga
waktu perubahan yang harus dipilih oleh organisasi untuk memperpanjang
hidupnya. Pilihan terhadap ketiga waktu tersebut akan memiliki konsekuensi yang
berbeda. Pilihan pertama, adalah pilihan yang paling baik, namun seringkali
paling sulit untuk dilaksanakan, karena membutuhkan pemimpin yang memiliki
sifat visioner. Perubahan dilakukan secara evolusioner pada saat organisasi
sedang dalam masa kejayaan. Perubahan yang dilakukan pada saat ini disebut
transformasi. Kedua, adalah waktu perubahan yang dipilih atau mungkin baru
disadari ketika organisasi mulai mengalami penurunan kinerja. Perubahan yang
dilakukan saat ini disebut turnaround. Organisasi sudah harus mengalami
perubahan, jika tidak ingin penurunan kinerja organisasi akan terus berlangsung
dan kemudian akan mengalami kematian. Pada saat ini, organisasi harus menjalankan
disiplin yang tinggi untuk memastikan bahwa perubahan sudah pada arah yang
benar. Ketiga, adalah perubahan yang dilakukan oleh organisasi, ketika
organisasi tersebut telah mengalami kebangkrutan dan hampir mati (bangkrut).
Perubahan yang dilakukan saat ini adalah perubahan yang paling berat. Perubahan
yang dilakukan pada tahap ini sudah termasuk pada manajemen krisis. Pada saat
ini, organisasi sudah diumpamakan memiliki penyakit yang sangat kronis. Produk
dan layanan dari organisasi tersebut sudah tidak kompetitif lagi, sumber daya
yang ada sudah kadluarsa, sarana dan prasarana sudah kusam dan tidak nyaman
lagi digunakan, SDM sudah tidak memiliki semangat lagi untuk bekerja, dan iklim
organisasi sudah tidak sehat. (Muhaimin, et al, 2010. Manajemen Pendidikan:
Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah,
Jakarta, Kencana Prenada Media Group). Hlm. 67 dam 68.
[12]Edward Sallis, 2002. Total Quality Management In Education, UK,
Kogan Page Ltd. Third Edition (Adobe eReader Format). hlm. 26
[13] Edward Sallis, 2002. Total Quality Management In Education, UK,
Kogan Page Ltd. Third Edition (Adobe eReader Format). hlm. 27
[14] Edward Sallis, 2002. Total Quality Management In Education, UK,
Kogan Page Ltd. Third Edition (Adobe eReader Format). hlm. 27
[15]
Edward Sallis, 2002. Total Quality Management In
Education, UK, Kogan Page Ltd. Third Edition (Adobe eReader Format).
hlm. 28
[16] Dalam Manajemen Mutu Terpadu, sekolah difahami sebagai Unit Layanan Jasa,
maka yang dilayani sekolah (pelanggan sekolah) adalah pelanggan internal (guru,
pustakawan, laboran, teknisi dan tenaga administrasi), pelanggan eksternal yang
terdiri atas pelanggan primer (siswa), pelanggan sekunder (orangtua, pemerintah
dan masyarakat), dan pelanggan tersier (pemakai/ penerima lulusan, baik
diperguruan tinggi maupun dunia usaha). Umiarso dan Imam Gojali, 2010. Manajemen
Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan, Jogjakarta, IRCiSoD. Hlm. 136 dan
137.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar