Terminologi Al-Qur’an tentang Evaluasi
Pendidikan
Pengantar
Evaluasi merupakan komponen
yang sangat penting dalam pembelajaran. Jika pembelajaran diartikan kepada aktivitas
pencarian dan transfer ilmu pengetahuan dan informasi yang bertujuan agar
terjadi perubahan pada diri siswa dalam bentuk penambahan ilmu pengetahuan dan
perubahan prilaku, maka evaluasi merupakan komponen yang akan mengukur
penambahan dan perubahan perilaku itu. Berhasil atau tidakya suatu pembelajaran
tidak akan dapat diketahui tanpa adanya evaluasi. Untuk itu, evaluasi tidak
dapat diabaikan dalam proses pembelajaran.
Karena begitu pentingnya evaluasi, maka Al-Qur’an banyak
mengulang istilah yang berkaitan dengan evaluasi tersebut. Bahkan kitab suci
ini tidak hanya menggunakan satu istilah dalam perbincangannya mengenai
evaluasi, tetapi ia menggunakan banyak istilah. Di antara istilah itu adalah balaa
dan fatana. Kata balaa terulang sebanyak 38 kali dalam berbagai sighat
(bentuk kata). Demikian pula kata fatana, istilah ini dalam berbagai bentuk
kata terulang pula 60 kali. Selain kedua kata tersebut, terdapat pula kata hasiba,
yang secara harfiah dapat pula diartikan kepada mengira atau menghitung.
Secara etimologi, balaa semakna dengan ikhtabara
dan imtahana yang berarti menguji atau mencoba. Dari kata balaa
terbentuk kata balaa’ yang berarti cobaan. Dan fatana semakna
dengan a’jaba yang berarti membingungkan atau mengherankan. Isfahani
mengartikan fatana itu pula kepada memasukkan emas ke dalam api agar jelas
perbedaan mana emas yang baik dan mana pula yang buruk (Isfahani 2001, hlm.
373-374). Dari kata fatana terbentuk pula kata al-fitnah,
yang sering diartikan kepada musibah atau bencana, karena memang bencana yang
Allah timpakan kepada manusia merupakan ujian atau evaluasi dari-Nya sehingga
dapat dibedakan antar manusia yang baik dan yang jahat. Jadi tujuan dari adanya
al-fitnah dan al-balaa’ untuk mengetahui dengan
jelas perbedaan karakteristik orang yang beriman atau ketaatan manusia.
Sebagaimana juga evaluasi dalam pembelajaran bertujuan untuk mengetahui siswa
yang menguasai materi pembelajaran dengan yang tidak.
Pentingnya Evaluasi
Al-Qur’an memandang, bahwa
evaluasi sangat penting dalam konteks pendidikan. Pengakuan siswa mengenai
pemahaman mereka terhadap materi pembelajaran baik kognitif, afektif maupun
psikomotor tidak dapat diterima sebelum dievaluasi. Allah berfirman:
Artinya: Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan Sesungguhnya Kami telah
menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui
orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. Q.S. Al-Ankabut
(29): 2-3.
Ayat ini dimulai dengan kata tanya, yaitu apakah manusia
mengira mereka akan dibiarkan hanya berkata ‘kami beriman’ sebelum diuji.
Pertanyaan dalam ayat ini termasuk dalam kategori istifham inkari (Ash-Shabuni,
2011, hlm. 425). Ungkapan itu pada hakikatnya bukan bertanya tetapi
mengingkari, artinya sepantasnya manusia jangan menganggap, bahwa
keberimanannya cukup hanya dengan berkata saya beriman padahal dia belum diuji.
Keabsahan iman seseorang mesti dapat ditandai, diukur atau dinilai dengan
indikator yang telah ditentukan yaitu berupa kesabaran atas apa saja yang
menimpa dirinya. Allah telah memberikan penilaian dan pengukuran terhadap iman
orang-orang terdahulu melalui cobaan atau ujian yang Dia berikan kepada mereka.
Dengan pengukuran tersebut, maka benar-benar dapat diketahui dan dibedakan
antara orang yang benar-benar beriman dengan yang tidak. Allah telah
mengajarkan kepada manusia ajaran agama-Nya melalui Rasul, kemudian Dia
melakukan evaluasi terhadap manusia yang telah menerima ajaran tersebut guna
untuk membedakan anatara orang yang telah menghayati ajaran-Nya dengan yang
tidak.
Jadi, evaluasi dalam suatu pembelajaran sangat penting
diselenggarakan. Dalam Q. S.
Al-Baqarah (2): 155 ditegaskan pula, bahwa Allah benar-benar akan mengevaluasi
orang-orang yang beriman guna untuk mengetahui siapa di antara mereka yang
benar-benar sabar dan mau berjihad di jalan Allah. Ayat tersebut dimulai dengan
kata walanabluwannakum yaitu menggunakan dua huruf taukid;
lam ibtidaa’ dan nun tawkid tsaqiilah.
Artinya: Dan sungguh
akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan berikanlah berita gembira kepada
orang-orang yang sabar.
Hal ini
menunjukkan bahwa evaluasi benar-benar akan dilaksanakan dan begitu pentingnya
evaluasi tersebut. Pembelajaran belum dianggap selesai dan sempurna jika para
peserta didik belum dievaluasi. Banyak ayat yang menafikan selesainya suatu
pembelajaran sebelum peserta didiknya diuji. Pengakuan siswa mengenai
penguasaannya terhadap materi pembelajaran tidak cukup, tetapi mereka mesti
diuji atas pengakuannya itu. Dalam Q.S. Al-Baqarah (2): 214 ditegaskan:
Artinya: Apakah kamu
mengira bahwa kamu akan masuk syurga, Padahal belum datang kepadamu (cobaan)
sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? mereka ditimpa oleh
malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan)
sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya:
"Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, Sesungguhnya pertolongan Allah itu Amat
dekat.
Itu artinya, seorang pelajar tidak layak mengklaim telah
menguasai materi pembelajaran dan telah mencapai tujuan pembelajaran sebelum
menempuh evaluasi. Demikian pula guru, dia tidak boleh puas dengan pengakuan
siswa sebelum mereka dites atau diuji dengan materi yang telah disampaikan.
Sebagaimana juga seorang muslim tidak layak mengklaim akan masuk surga, sebagai
imbalan dari keberimanan dan ketaatannya, sebelum menempuh ujian dari Allah
SWT. Ujian tersebut berupa mengalami kesulitan dan kesengsaraan, seperti yang
dialami oleh umat terdahulu.
Dalam Q.S. Ali Imron (3): 142 ditegaskan pula:
Artinya: Apakah kamu
mengira bahwa kamu akan masuk surga, Padahal belum nyata bagi Allah orang-orang
yang berjihad diantaramu dan belum nyata orang-orang yang sabar.
Ash-Shobuni
dalam menafsirkan penggalan ayat ini (Apakah kamu mengira bahwa kamu akan
masuk surga) mengatakan; Pertanyaan dalam ayat ini merupakan istifham
inkari. Makna ayat sesungguhnya adalah “hai orang-orang mukmin apakah kamu
mengira bahwa kamu akan memperoleh surga tanpa diuji atau diberi cobaan
sehingga dengan cobaan itu menjadi jelas kualitas jihad dan kesabaranmu?
(Ash-Shobuni 2011, hlm. 209). Di sini terlihat, bahwa jihad selain sebagai
pekerjaan yang bernilai tinggi dalam pandangan Allah ia juga sekaligus sebagai
bentuk ujian. Ia digunakan untuk mengevaluasi kesabaran, yang merupakan tujuan
pembelajaran Allah terhadap manusia. Dan reward-nya adalah kehidupan
yang menyenangkan.
Dalam
Q. S. Al-Ankabut (29): 2-3 di atas terdapat ungkapan falaya’lamanna Allah
shadaquu wa laya’lamanna al-Kaadzibiin (sehingga Allah betul-betul
mengetahui orang-orang yang benar dan betul-betul mengetahui pula orang-orang
yang berbohong). Penggalan ayat tersebut menunjukkan tujuan dilaksanakannya
evaluasi dalam pembelajaran, yaitu untuk mengukur dan mengetahui sejauh mana dan
sedalam apa materi pelajaran yang telah dikuasai siswa. Dalam hal ini, manusia
sebagai peserta didik dievaluasi oleh Allah guna untuk mengetahui dengan jelas,
sehingga tidak hanya Allah yang tahu tetapi juga manusia terutama penyampai
risalah-Nya, apakah tujuan pembelajaran ilahiyah telah tercapai atau belum.
Sehingga dapat dibedakan peserta didik yang telah mencapai tujuan pembelajaran
dari peserta didik yang belum mencapai tujuan. Orang- orang yang telah mencapai
tujuan pembelajaran layak diberikan reward dan bagi yang belum layak
diberikan hukuman atau perbaikan pembelajaran.
Ada beberapa komponen
yang perlu dipertimbangkan dalam melakukan evaluasi terhadap siswa. Antara
lain, materi dan tujuan pembelajaran serta peserta didik yang akan mengikuti
evaluasi. Dalam berbagai ayat digambarkan, bahwa evaluasi pendidikan dalam
perbincangan Al-Qur’an banyak difokuskan pada pengukuran tujuan afektif
kesadaran manusia sebagai hamba Allah yang tercermin dalam perilaku.
Keberhasilan pendidikan diukur dengan perubahan yang terjadi pada diri peserta
didik. (Wallah A’lam).